Di Sabtu siang yang cerah. Matahari begitu sumringah. Hanya ada sedikti awan yang berarak di langit. Awan-awan itu berteriak, “hati-hati nanti hujan!” Saya beserta kawan-kawan semasa sekolah menengah peratama berencana plesir ke salah satu destinasi wisata di daerah sendiri. Banjarnegara.
Awalnya, sekitar jam satu dini hari saya ditelepon oleh seorang kawan semasa SMP. Saya diajak untuk plesir ke Curug Sikopel di Desa Babadan, Kecamatan Pagentan. Kami janjian berangkat jam 8 besok pagi. Tapi apalah daya, kenyataan berkehendak lain. Janjian jam 8, baru kumpul semua sekitar setengah 12-an.
Mengingat waktu sudah siang tidak mungkin kami jadi plesir ke Curug Sikopel. Jaraknya terlalau jauh. Dengan diperkuat beberapa pendapat dan alasan yang didiskusikan di BBM. Kami sepakat pergi ke curug yang dekat saja. Yaitu Curug Pletuk.
***
Curug Pletuk adalah sebuah destinasi wisata di Banjarnegara yang masuk dalam katagori wisata Alam-Geologis-Bentang Alam. Destinasi wisata ini terletak di Desa Pesangkalan, Kecamatan Pagedongan. Kalau dari Jl. Jendral Gatot Subroto, pas perempatan Pasar Wage Banjarnegara belok kanan (dari arah Banyumas). Mengingat akses jalan ke lokasinya agak rumit dan kita bakal menemui beberapa perempatan dan pertigaan, alangkah baiknya kita gunakan google maps sebagi pemandu jalan ke Curug Pletuk. Bisa juga tanyakan arah jalan menuju Curug Pletuk kepada orang yang kita jumpai.
***
Dengan kesepakatan plesir ke Curug Pletuk. Kami segera berangkat. Berangkat sekitar jam setengah satu. Kami berangkat berdelapan dengan empat sepeda motor. Saya pribadi dan ke enam kawan saya belum pernah ke Curug Pletuk. Untung ada salah seorang dari kami yang pernah kesana. Jadi, nggak perlu buka tutup kunci hp untuk melihat google maps atau naik turun motor untuk bertanya kemana arah jalan menuju Curug Pletuk.
Perjalanan menuju Curug Pletuk begitu mengasyikan. Apa lagi ketika sudah hampir mendekati lokasi curug. Mata kita menjadi hijau. Hijau bukan karena melihat duit. Melainkan hijau karena melihat pemandangan di pinggir jalan yang ditumbuhi pepohanan rindang. Lewat hutan desa juga hloh gaes. Jarak anatara permukiman warganya masih rumayan jauh. Tidak sedekat permukiman warga di kecamatan tetangga. Kecamatan Banjarnegara.
Setelah melalui perjalanan yang mengasyikan. Perjalanan yang lumayan memakan banyak kampas rem motor dan perjalanan yang membuat keahlian berkendara saya diuji. Akhirnya sampai juga di parkiran Curug Pletuk. Sekitar satu jam waktu yang kami tempuh dari Desa Semampir, Kecamatan Banjarnegara ke Curug Pletuk. Menurut salah seorang kawan saya yang pernah ke Curug Pletuk, lama motoran dari perempatan Pasar Wage Banjarnegara sampai ke Curug Pletuk itu sekitar 30 menit. Kalau kita lihat di google maps itu sekitar 31 menit dengan menggunakan kendaraan pribadi, dengan jarak 14 km melewati Jl. Pagedongan-Sedang. Perjalanan kami memang lama. Karena kami sempat berhenti sejenak untuk istirahat dan makan di warung bakso yang tidak jauh dari lokasi curug.
Kami memilih parkir di parkiran yang paling dekat dengan lokasi curug. Di Curug Pletuk terdapat dua tempat parkir. Yang peratma di bawah sebelum tanjakan menuju tempat parkir yang kedua. Yang kedua adalah tempat parkir yang terdekat dengan lokasi curug. Saran saya buat kalian yang mau plesir kesini mending parkir di tempat parkir pertama. Kenapa? Supaya kalian jalan lebih lama, itung-itung pemanasan dulu sebelum melihat keindahan ciptaan Tuhan yang dikelola apik oleh manusia. Saya sendiri malah turun di tanjakan sebelum parkiran pertama dan menyerahkan motor kepada kawan saya. Karena melihat tanjakan yang membuat hati saya trataban. Huehehee…
Setalah semunya berkumpul dan merapikan motor. Kami mulai jalan menuju lokasi curug. Menapaki jalan setapak. Jalannya masih dari tanah. Kanan kiri jalan adalah kebon milik wraga. Jarak antar parkiran motor dengan lokasi curug cukup dekat. Kalau kata salah satu kawan saya jaraknya hanya setengah rokokan. Maksudnya jaraknya hanya menghabiskan setengah dari satu batang rokok yang dihisapnya.
Satu dua kelokan telah terlewati, gapura yang berdiri di seberang jembatan terlihat kokoh menjulang tinggi. Gapura ini teranyata pintu masuk ke kawasan Wanawisata Curug Pletuk. Gapura ini mengingatkan saya pada film atau sinetron kolosal. Seperti Samson, Si Buta Dari Goa Hantu, Wiro Sableng, Angling Dharma dan lain sebagianya. Selain sebagai penanda pintu masuk gapura ini juga dimanfaatkan pengelola sebagai loket tiket masuk. Harga tiket masuknya sebesar Rp. 5.000,-. Harga tersebut ditetapkan oleh Lembaga Masyarakat Desa Hutan Bangkit Usaha untuk Kawasan Wanawisata Curug Pletuk.
Setelah membeli tiket dan berjalan melewati gapura. Saya berasa disuatu tempat yang mmm… Mungkin seperti padepokan silat yang ada di film kolosal. Suasananya begitu sejuk, asri dan bikin baper. Baper berlama-lama disini.
Setelah tengok kanan kiri. Memutar badan dari kiri ke kakanan. Beberapa dari kami langsung menuju keatas. Saya sendiri menyempatkan jalan-jalan di bagian bawah. Melihat-lihat fasilitas yang ada di kawasan Wanawisata Curug Pletuk. “Ternyata fasilitas disini sudah oke juga,” celutuk saya. Sambil berjalan menuju gazebo yang disinggahi kawan-kawan, saya berhenti beberapa kali untuk mengabil foto panorama yang ada.
Gazebo yang dipilih oleh kawan-kawan saya adalah gazebo yang paling dekat dengan si Curug Pletuk. Di depan gazebo tersebut ada tempat foto paling yahud untuk mengabadikan momen bersama. Kami berfoto-foto. Biar dapat kenangan foto di curug ini. Lumayan buat diunggah di instagram maupun twitter atau dijadikan foto profil BBM.
Setelah selesai berfotoria bersama beberapa dari kami ganti celana dan bertelanjang dada untuk bermaian di aliran sungai bawah curug. Beberapa lainnya masih asik berfoto. Kalau saya mumpung disini, tak mau menyia-nyiakan kesempatan. Saya mencoba jalan-jalan lagi ke beberapa bagain di kawasan curug ini. Saya menyempatkan duduk di bangku taman yang view-nya sangat eksotis. Karena berhadapan tidak terlalu jauh dengan curug dan dekat dengan aliran sungai bawah curug.
Ngleyeh-ngleyeh sebentar sembari mendengarkan suara air yang mengalir. Suara air yang bertumbukan dengan batu. Suara hembusan angin yang menghempas rumput. Suara pohon yang ditabrak angin, menyebabkan daun bergesekan dengan daun lainnya. Ranting pohon bergesekan dengan ranting lainnya. Bebunyian itu berpadu. Menjadi satu. Menyerukan bunyian yang syahdu. Bebunyian yang memanjakan telinga.
Dari bangku itu saya bisa melihat kawan-kawan saya yang sedang asyik bermain air. Lama-kelamaan saya tertarik dengan kegilaan mereka. Langsung saja saya bergegas menuju mereka lagi. Tapi, karena saya lupa nggak membawa ganti. Jadi, saya cuma cuci muka di air terjun kecil dan merendamkan kaki ke air di bendungan yang dibuat sealami mungkin oleh pengelola. Airnya terasa begitu dingin dan segar.
Setelah puas bermaian air saya tertarik ke bawah curug. Walau jalan menuju bawah curug persis agak licin, saya memberanikan diri kesana. Setelah sampai di bawah curug. Wow… Ternyata tinggi sekali. “Pantas saja terjadi gerimis lokal dibawah sini, orang tingginya segitu,” gumam saya pada diri sendiri. Kata kawan saya ketinggian air terjun ini mencapai 80 meter.
Setelah puas dan sedikit ngeri di bawah curug sendiri. Saya kembali ke gazebo. Saya jalan dengan pelan dan hati-hati karena tak memakai alas kaki. Setelah melewati jalan bebatuan menurun yang agak licin, tiba-tiba hujan turun dengan cepatnya. Saya yang awalnya jalan pelan langsung berjengket cepat menuju gazebo.
Sambil menunggu hujan reda, kami beristirahat sambil menyeduh kopi yang kami bawa. Di gazebo yang tidak terlalu besar, kami duduk melingkar. Bercanda dan tertawa bersama. Saling ejek dan saling bergantian nyruput kopi. Lupa tak membawa bekal makanan, lama-lama kamipun mulai lapar. Kami berencana akan membeli makanan di Angkringan Pletuk ketika hujan reda.
Kopi yang diseduh sudah habis. Mulut mulai pegal, karena tertawa pingkal dari tadi. Saat yang ditunggu akhirnya tiba. Yaitu Hujan mulai mereda. Bergegaslah kami berkemas dan menuju Angkringan Pletuk. Kami berjalan agak cepat dan hati-hati karena jalannya menurun. Saat sampai di angkirngan, ternyata angkringannya tutup kata si pengelola curug. Hanya ada kompor dan piranti dapur yang tersedia disitu. Dua dari kami akhirnya menarik iuran untuk membeli cemilan diwarung terdekat. Sambil nunggu cemilan, salah seorang kawan mengusulkan untuk menyeduh kopi lagi. Banyak kopi kan. Terang saja, karena salah satu dari kami adalah juragan kopi. Sungguh, nikmat Tuhanmu yang mana yang kamu dustakan. Muehehehek… Lalu kawan saya yang juragan kopi itu menyeduh kopi dengan dibantu pengelola curug.
Ketika kawan saya menyeduh kopi. Saya mencoba menanyakan hal-hal seputar Curug Pletuk dengan pengelola lain yang menemani kami duduk.
“Mas nama Curug Pletuk itu maksudnya apa si?” tanya saya pada Mas Sugeng, salah satu pengelola yang berkenalan dengan saya.
“Nama Pletuk sendiri menurut sesepuh desa yaitu gunung yang di tumpuk-tumpuk dan curug adalah air terjun” jawab Mas Sugeng.
Kopi telah selesai diseduh, obrolan pun terus berlanjut. Obrolan yang awalnya hanya berdua menjadi obrolan bersama. Canda dan tawa mulai melebur dalam obrolan kami dengan pengelola curug. Saya juga sempat menanyakan sejak kapan Curug Pletuk ini dibangun sebagai destinasi wisata, maksud dari nama-nama disetiap gazebo, tentang homestay atau pemondokan yang bisa disewa dan masih banyak pertanyaan yang saya tanyakan kepada Mas Sugeng.
Kopi yang diseduh tinggal sedikit. Cemilanpun tinggal bungkusnya. Mengingat waktu sudah sore. Kami memutuskan pulang. Sebelum pulang, kami merapikan warung terlebih dahulu. Setalah dirasa rapi, kami berpamitan dan beranjak pulang.