Sedikitnya ada puluhan pot yang terisi dengan tanaman yang memiliki julukan si ratu daun ini. Mulai dari bibit hingga indukan aglaonema yang ada di lantai 2 miliknya. Imam Subagyo namanya, warga asli dusun Sireok, desa Gemuruh ini dengan tangan dinginnya dapat mengembangbiakan aglaonema hingga jumlahnya puluhan yang berasal dari satu indukan. Bukan perkara mudah dan instan untuk mempelajari karekter tanaman aglaonema.
Terlepas dari itu semua, merawat aglaonema ini juga jangan terlalu menjadi prioritas, yang wajar wajar saja, ujar pria berkumis kelahiran 65 tahun silam ini.
Jika menilik sejarahnya, aglaonema berasal dari bahasa Yunani, aglaos dan nema. Aglaos sendiri berarti sinar dan nema berarti benang (benang sari). Dengan begitu aglonema bisa diartikan benang sari yang bersinar terang. Di Indonesia aglaonema dikenal dengan sebutan sri rezeki atau tanaman membawa keberuntungan.
Nama tersebut diberikan karena sebagian orang menganggap tanaman ini bisa mendatangkan rezeki atau keberuntungan bagi pemiliknya. Kendati demikian, bukan karena hal tersebut Imam Subagyo merawat dan mengembangbiakan tanaman aglaonema, “Murni saya senang merawat kembang saja. Lha wong saya pensiunan, dari pada tidak ngapa ngapain kan mendingan dialihkan ke hal hal yang lebih bermanfaat saja, toh tidak ada ruginya jika bercocok tanam” ucap santai sembari diiringi senyum ramahnya.
Di kota kota besar lainnya, perkembangan aglaonema sudah cukup menjanjikan. Tak sedikit pula para penghobi yang saat ini sudah turun langsung menjadi pedagang eceran maupun nursery skala nasional. Hal tersebut terbukti saat ini semakin banyak pula para pemain tanaman-tanaman langka yang sudah mulai mengembangbiakan si ratu daun ini.
Berbagai jenis sudah marak dipasaran, mulai dari Stardust, Big mama, Big papa, Kochin, Esmeralda dll.
Harganya pun bervariatif, mulai dari harga untuk pangsa pemula dari harga 25 ribu rupiah, hingga jutaan rupiah untuk beberapa lembar daun saja. Memang terkadang tidak masuk akal, akan tetapi itulah hobi dan kegemaran, tak akan ternilai batasnya.
Hingga saat ini, Imam Subagyo masih belum terfikir untuk menjualnya, “saya masih menikmati proses perawatan dan pertumbuhannya. Belum berorientasi untuk menjadikan bisnis, ketika tidak laku juga tidak apa apa, lagian dulu modal awalnya cuma beli satu bibit 25 ribu di Tapen (red:nama daerah di Banjarnegara) terus sekarang tak kembangbiakan udah jadi segini banyaknya mas” ujarnya sembari tertawa kecil sembari mengusap usap salah satu daun di pekarangan yang ada di lantai dua miliknya.
Perawatan sri rejeki menurutnya tidak terlalu rumit, dengan media tanam campuran dari sekam, tanah pilihan, dan pupuk kandang. Penyiraman pun dilakukan sewajarnya 3 – 4 kali dalam seminggu, hindari terik matahari langsung, pemberian nutrisi setiap 3 bulan sekali. Setidaknya untuk jumlah hingga puluhan pot, dirinya masih bisa meluangkan waktu untuk bersepeda dan bermain dengan cucu cucunya, ujar kakek yang sudah memiliki 5 cucu ini.
Banyak pula kisah menarik dari kegemarannya untuk membudidayakan aglaonema ini, salah satunya mengenai keinginan tetangga atau rekan rekannya untuk memiliki aglaonema hasil perkembangbiakan dari Imam Subagyo tersebut.
“Bukannya saya pelit mas, tapi untuk beberapa varietas tertentu, yang indukannya masih minim memang tidak saya berikan begitu saja secara cuma cuma. Kecuali memang yang sudah beranak pinak dan hasil anakannya banyak, mau di bawa pulang juga ndak papa mas”. ujarnya sembari kembali tersenyum malu.
Nah, bagi kalian yang merasa ingin tau lebih dalam serta cara perawatannya mengenai pesona si ratu daun ini, lahannya terbuka lebar untuk dijadikan ruang saling berbagi dan menimba ilmu mengenai dunia tanaman khususnya aglaonema ini. Berlokasi di dusun Sireok RT 01/RW 02, desa Gemuruh, Kecamatan Bawang, Banjarnegara.
Penulis (Fahri Farel)